Artikel Detail

Mekanisme Pemungutan PPN bagi PKP

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghimbau agar Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan back up data sebelum peluncuran e-Faktur desktop versi v.4.0 pada 20 Juli 2024. Layanan perpajakan versi terbaru tersebut diyakini dapat semakin memudahkan PKP dalam memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga melaporkannya.

Terlebih dahulu, Anda juga perlu mengetahui bahwa definisi PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP).

Mekanisme Pemungutan PPN bagi PKP 

  1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 11 persen dari harga jual atau penggantian, dan membuat faktur pajak sebagai bukti pemungutannya.
  2. Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus pemungut PPN (Badan Usaha Milik Negara/BUMN), kontraktor dan pemegang izin kontrak kerja sama, bendaharawan pemerintah, dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara/KPPN), PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, pemungut PPN hanya membayar kepada PKP penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN 11 persen disetor langsung ke kas negara.
  3. PPN yang tercantum dalam faktur pajak tersebut merupakan pajak keluaran bagi PKP penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).
  4. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN. Adapun PPN tersebut merupakan Pajak masukan. Artinya, PPN sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
  5. Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah pajak keluaran lebih besar dari pada pajak masukan, maka selisihnya harus disetor ke kas negara paling lama akhir bulan berikutnya—setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN disampaikan. Sebaliknya, jika jumlah pajak masukan lebih besar dari pada pajak keluaran, maka selisih tersebut dapat di kompensasi ke masa pajak berikutnya. Adapun restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku.
  6. PKP wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.