Artikel Detail

Cara Membebaskan Rumah Warisan dari Pajak Penghasilan

Apakah Warisan Termasuk Objek Pajak? Ini Penjelasannya


Isu mengenai apakah harta warisan dikenai pajak sering kali menjadi bahan perdebatan di masyarakat. Pada dasarnya, seluruh harta yang ditinggalkan seseorang setelah wafat akan beralih kepada ahli warisnya. Contoh yang paling umum adalah rumah tinggal. Ketika aset tersebut berpindah tangan, otomatis kekayaan ahli waris bertambah. Hal inilah yang kemudian memunculkan pertanyaan: apakah penambahan kekayaan dari warisan ini dikenai pajak? Bagaimana pengaturan perpajakan terhadap warisan di Indonesia?



Ketentuan Pajak atas Warisan


Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 menyatakan bahwa objek pajak adalah setiap tambahan ekonomi yang diterima wajib pajak dalam bentuk apa pun. Namun, Pasal 4 ayat (3) undang-undang yang sama menegaskan bahwa warisan dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan (PPh).


Meski demikian, ketika ahli waris memproses balik nama sertifikat tanah atau bangunan di BPN, ada dua aspek perpajakan yang bisa muncul, yaitu:


1. Pajak Penghasilan (PPh)


PPh Final Pasal 4 ayat (2) merupakan pajak pusat yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Secara aturan, pajak ini melekat pada pihak yang mengalihkan hak (yaitu pewaris). Namun, untuk harta warisan, ahli waris dapat memperoleh pembebasan melalui Surat Keterangan Bebas (SKB).


2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)


BPHTB adalah pajak daerah yang dipungut Bapenda/BPPD. Pajak ini menjadi tanggung jawab pihak yang menerima hak atas tanah/bangunan, termasuk ahli waris. Walaupun PPh dapat dibebaskan, BPHTB tetap wajib dibayar sesuai ketentuan pemerintah daerah.



Mengapa Ahli Waris Bisa Kena Pajak?


Jika ahli waris tidak dapat menunjukkan SKB saat mengurus balik nama sertifikat, maka pengalihan hak atas tanah atau bangunan tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan. Akibatnya, pengalihan warisan dapat dikenai PPh, meskipun sebenarnya warisan bukan objek pajak sesuai UU.


Karena itu, SKB menjadi syarat penting yang harus diserahkan kepada notaris sebelum proses balik nama dilakukan.



Cara Mengajukan SKB dan Dasar Hukumnya


Pengaturan mengenai pembebasan PPh atas pengalihan tanah/bangunan karena warisan tercantum dalam PER-08/PJ/2025. Pasal 100 ayat (1) huruf d peraturan tersebut menegaskan bahwa pengalihan hak karena warisan termasuk yang dibebaskan dari pembayaran PPh, dan pembebasan tersebut diberikan melalui SKB.


Langkah-Langkah Pengajuan SKB


  1. Permohonan diajukan oleh ahli waris menggunakan NPWP-nya ke KPP tempat ia terdaftar. Jika ahli waris lebih dari satu orang, permohonan dapat diajukan oleh salah satu ahli waris. Pengajuan bisa dilakukan langsung atau melalui akun Coretax.

  2. Pemohon harus memenuhi syarat Surat Keterangan Fiskal (SKF).

  3. Surat pernyataan pembagian waris wajib dilampirkan.


Dokumen yang Harus Disiapkan


  • Formulir permohonan sesuai lampiran PER-08/PJ/2025

  • Fotokopi Akta Waris

  • Surat pernyataan pembagian waris

  • Fotokopi NPWP, KTP, dan KK pewaris

  • Fotokopi NPWP, KTP, dan KK seluruh ahli waris

  • Fotokopi akta tanah

  • Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan

  • Fotokopi bukti pembayaran BPHTB

  • Bukti pelaporan SPT Tahunan ahli waris



Cara Mengajukan SKB Melalui Coretax


Jika memilih pengajuan secara online, langkah-langkahnya adalah:


  • Masuk ke aplikasi Coretax pada laman coretaxdjp.pajak.go.id (dengan syarat akun sudah aktif dan memiliki sertifikat digital).

  • Pilih menu Layanan Wajib Pajak → Layanan Administrasi → Buat Permohonan Layanan Administrasi.

  • Cari dan pilih layanan AS.19 SKB PPh → AS.19-05 SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

  • Klik Alur Kasus, lengkapi data yang diperlukan, lalu tekan Submit.



Waktu Penerbitan SKB


Setelah permohonan dinyatakan lengkap, DJP akan memberikan keputusan dalam jangka waktu maksimal 3 hari kerja, berupa:


  • Surat Keterangan Bebas (SKB) jika semua syarat terpenuhi, atau

  • Surat Penolakan jika persyaratan tidak memenuhi ketentuan.