Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini tengah melaksanakan pemeriksaan bukti permulaan terhadap sejumlah Wajib Pajak (WP) yang diduga melanggar ketentuan terkait ekspor produk turunan dari crude palm oil (CPO). Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya DJP untuk memastikan keakuratan data transaksi, kesesuaian nilai ekspor, serta tingkat kepatuhan pajak para pelaku usaha sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan pemeriksaan ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 177/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Dalam peraturan tersebut, pemeriksaan bukti permulaan dijelaskan sebagai proses untuk mencari dan menemukan indikasi awal adanya dugaan tindak pidana di bidang perpajakan.
Yang dimaksud dengan “bukti permulaan” meliputi keadaan, tindakan, maupun bukti berupa keterangan, dokumen, atau barang yang dapat mengindikasikan adanya kemungkinan pelanggaran pajak yang bisa merugikan penerimaan negara.
Beberapa ketentuan utama yang diatur dalam pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan antara lain sebagai berikut:
Pemeriksaan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan DJP, berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPPBP) atas dugaan pelanggaran pajak dalam masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak tertentu — baik yang sudah maupun belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Proses pemeriksaan ini memiliki batas waktu paling lama 12 bulan sejak SPPBP disampaikan kepada Wajib Pajak.
PPNS DJP akan menganalisis berbagai data dan informasi, baik yang bersumber dari Wajib Pajak sendiri maupun dari sumber resmi lainnya, dalam bentuk fisik atau digital.
Petugas juga dapat melakukan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait, seperti lawan transaksi, pengurus perusahaan, atau pihak lain yang relevan.
Hasil akhir pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan dan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, yang dapat berujung pada beberapa kemungkinan hasil, yaitu:
Pemeriksaan dilanjutkan ke tahap penyidikan jika terdapat indikasi kuat tindak pidana pajak;
Wajib Pajak memilih untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya kepada DJP; atau
Pemeriksaan dihentikan apabila tidak ditemukan bukti yang cukup.
Wajib Pajak berhak meminta PPNS DJP untuk menunjukkan berbagai dokumen resmi, seperti Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan, Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (atau perubahannya), pemberitahuan hasil pemeriksaan, maupun pemberitahuan perubahan tindak lanjut pemeriksaan.
Wajib Pajak berhak memeriksa kartu tanda pengenal petugas serta surat perintah pemeriksaan yang sedang dijalankan.
Setelah pemeriksaan selesai, Wajib Pajak berhak menerima kembali seluruh bahan bukti yang sempat dipinjam oleh petugas pajak.
Memberikan akses kepada PPNS DJP untuk memasuki area, ruangan, atau tempat yang diduga menyimpan bahan bukti terkait.
Mengizinkan PPNS DJP untuk mengakses dan/atau mengunduh data elektronik yang dibutuhkan dalam pemeriksaan.
Menunjukkan dan meminjamkan dokumen atau barang bukti yang relevan dengan pemeriksaan.
Menyampaikan keterangan, baik secara lisan maupun tertulis, kepada petugas pemeriksa.
Memberikan dukungan dan kerja sama agar proses pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar.
Pemeriksaan bukti permulaan merupakan tahap penting dalam proses penegakan hukum perpajakan. Melalui mekanisme ini, DJP berupaya menegakkan kepatuhan dan memastikan bahwa setiap aktivitas ekonomi, termasuk ekspor produk turunan CPO, dilakukan sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku demi menjaga penerimaan negara.
2025-11-19 10:55:49
2025-11-14 10:33:15
2025-11-12 10:25:01
Copyright @ 2022 PT Admin Pajak Teknologi All rights reserved