Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik merilis Laporan Ekonomi Oktober 2025 bertajuk “Pekerjaan”. Dalam laporan tersebut, lembaga internasional ini mengingatkan bahwa kebijakan insentif pajak yang keliru justru dapat mempersempit peluang kerja dan memperlambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Bank Dunia mencatat bahwa pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kawasan Asia Timur dan Pasifik masih berada di atas rata-rata global. Meski demikian, tren positif ini diperkirakan akan melambat menjelang akhir 2025 dan bahkan melemah lebih jauh pada 2026.
Laporan tersebut juga menyoroti bahwa sejumlah negara, termasuk Indonesia, masih mengandalkan kebijakan fiskal jangka pendek yang kurang mendukung pembangunan berkelanjutan. Aktivitas konsumsi dan produksi yang melambat berpotensi mengurangi ketersediaan lapangan kerja.
Bank Dunia menegaskan bahwa pajak dan subsidi yang tidak efisien bisa berdampak negatif terhadap pasar tenaga kerja. Misalnya, pemberian insentif pajak tertentu dapat menyebabkan beban pajak efektif pada tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan modal, terutama modal yang terkait dengan teknologi otomatisasi. Akibatnya, perusahaan cenderung berinvestasi pada mesin ketimbang merekrut pekerja baru.
Selain itu, kebijakan perdagangan—baik domestik maupun internasional—turut memengaruhi struktur ketenagakerjaan, yang berdampak pada pergeseran sektor dan alokasi tenaga kerja di berbagai bidang. Hambatan untuk perusahaan baru masuk pasar juga bisa membatasi pilihan bagi pekerja serta mengurangi potensi terciptanya lapangan kerja baru.
Sebagai solusi, Bank Dunia merekomendasikan negara-negara di kawasan ini agar memperkuat reformasi kebijakan berbasis pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan infrastruktur ekonomi.
Reformasi tersebut perlu difokuskan pada penghapusan hambatan persaingan dan akses pasar, sehingga perusahaan dapat tumbuh lebih dinamis, inovatif, dan produktif. Dengan demikian, penciptaan lapangan kerja baru bisa lebih berkelanjutan, sekaligus memastikan kesesuaian antara keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan pasar di masa depan.
Beberapa waktu sebelumnya, Bank Dunia juga menyoroti penurunan rasio pajak terhadap PDB di Indonesia yang terus terjadi selama satu dekade terakhir. Dalam perbandingan regional, penurunan ini cukup mencolok: rasio pajak Indonesia merosot sekitar 2,1 persen dibanding sepuluh tahun lalu.
Pada 2021, rasio pajak nasional hanya mencapai 9,1 persen terhadap PDB, menjadikannya salah satu yang terendah di dunia. Angka ini tertinggal jauh dari beberapa negara tetangga di Asia Tenggara seperti Kamboja (18%), Malaysia (11,9%), Filipina (15,2%), Thailand (15,7%), dan Vietnam (14,7%).
Selain itu, Bank Dunia juga mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk mengkaji dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut laporan tersebut, kenaikan tarif yang tidak disertai perluasan basis pajak justru dapat menurunkan kepatuhan wajib pajak dan berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Copyright @ 2022 PT Admin Pajak Teknologi All rights reserved