Artikel Detail

Sewa Tanah untuk Villa di Bali? Ini Aturan Pajak yang Berlaku

Lonjakan Pembangunan Villa di Bali: Tantangan, Solusi, dan Aspek Perpajakan


Dalam beberapa tahun terakhir, geliat pembangunan villa di Bali mengalami lonjakan tajam. Lokasi-lokasi seperti Canggu, Ubud, Berawa, Uluwatu, dan Cemagi menjadi titik panas investasi properti wisata. Pesatnya pembangunan ini mendorong peningkatan ekonomi, namun di sisi lain menimbulkan dampak negatif seperti alih fungsi lahan pertanian secara masif. Gubernur Bali bahkan pernah memperingatkan bahwa produksi beras lokal telah menyusut hingga separuhnya dalam lima tahun terakhir, akibat lebih dari 2.000 hektar sawah berubah fungsi menjadi area komersial, termasuk villa. Pembangunan akomodasi ilegal pun menjadi sorotan publik dan media.


Mengontrakkan Tanah: Alternatif Bijak di Tengah Maraknya Penjualan


Alih-alih menjual tanah kepada investor, masyarakat Bali disarankan untuk mempertimbangkan opsi menyewakan tanah (leasehold). Sistem ini memungkinkan pemilik lahan tetap memiliki hak atas tanah sambil mendapatkan penghasilan dari sewa jangka panjang. Pendekatan ini dinilai lebih aman secara jangka panjang serta sejalan dengan pelestarian budaya dan kepemilikan lokal atas aset leluhur. Pemerintah dan warga diharapkan lebih mendorong skema sewa daripada penjualan permanen demi mendukung pembangunan berkelanjutan dan menjaga kedaulatan tanah masyarakat Bali.




Pajak atas Sewa Tanah dan Bangunan


Ketentuan Umum Pajak Sewa


Dalam hal perpajakan, penghasilan dari sewa tanah untuk tujuan komersial (termasuk pembangunan villa) merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana diatur dalam PP Nomor 34 Tahun 2017. PPh ini tergolong sebagai PPh Final Pasal 4 ayat (2), yang berarti tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lainnya dalam laporan SPT Tahunan.


Tarif PPh Final


PPh final atas sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan sebesar 10% dari total bruto pembayaran sewa. Total bruto mencakup seluruh bentuk pembayaran, termasuk biaya perawatan, keamanan, layanan, dan fasilitas tambahan. Contohnya, jika seseorang menyewakan tanah senilai Rp100 juta, maka kewajiban pajaknya adalah Rp10 juta.




PPh untuk Warga Negara Asing


Bila penerima penghasilan sewa adalah Warga Negara Asing (WNA), maka tarif pajak tergantung pada status perpajakannya:


  • Jika WNA adalah subjek pajak luar negeri, maka dikenai tarif 20% atas bruto sesuai Pasal 26 UU PPh.

  • Jika WNA sudah menjadi subjek pajak dalam negeri dan memiliki NPWP, maka berlaku tarif 10% final, setara dengan wajib pajak domestik.

  • WNA juga dapat menggunakan fasilitas Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) jika melengkapi dokumen yang disyaratkan, termasuk Surat Keterangan Domisili.




Skema Bangun Guna Serah (BGS)


Karena kepemilikan tanah di Indonesia terbatas untuk WNI, investor asing umumnya menggunakan model leasehold untuk mendirikan villa. Salah satu bentuk kerja sama yang sering digunakan adalah perjanjian Bangun Guna Serah (BGS). Berdasarkan PP No. 34 Tahun 2017 Pasal 1 angka 3, BGS merupakan kesepakatan antara pemilik tanah dan investor, di mana investor membangun di atas tanah tersebut, dan bangunannya akan diserahkan kembali ke pemilik lahan setelah masa perjanjian berakhir.


Potensi Objek PPh dalam BGS:


  1. Pembayaran rutin selama masa kontrak;

  2. Bangunan yang diserahkan sebelum kontrak selesai;

  3. Bangunan yang diserahkan saat kontrak berakhir;

  4. Pembayaran bagi hasil dan denda terkait perjanjian BGS.


Model ini dianggap saling menguntungkan: pemilik tetap menguasai tanah, sementara investor mendapat peluang berusaha di sektor properti pariwisata.




Tata Cara Pembayaran dan Pemotongan PPh


Terdapat dua cara untuk memenuhi kewajiban PPh sewa:


  1. Dipungut oleh penyewa jika penyewa adalah instansi pemerintah, badan usaha, atau pihak yang ditunjuk sebagai pemotong pajak;

  2. Disetor sendiri oleh pemilik tanah, apabila penyewa bukan pemotong pajak.


Sesuai PER-11/PJ/2025, individu dalam negeri yang menjalankan usaha dan menyelenggarakan pembukuan juga berkewajiban melakukan pemotongan atas PPh Final Pasal 4 ayat (2).


Saat ini, pembayaran PPh dilakukan melalui Coretax, bukan langsung di DJP Online. Penyetoran harus dilakukan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari bulan pembayaran sewa. Prosesnya melalui menu Coretax – Ebupot – Penyetoran Sendiri, dan sistem akan menghasilkan kode billing dengan kode pajak 411128-403.




Pelaporan Pajak: SPT Masa dan SPT Tahunan


Setelah menyetorkan PPh final, wajib pajak harus melaporkan transaksi tersebut paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya melalui SPT Masa PPh Unifikasi di Coretax.


Untuk pelaporan SPT Tahunan, penghasilan dari sewa tanah dilaporkan pada bagian "Transaksi Lainnya" poin 14c, dengan menjawab "Ya" atas pertanyaan apakah menerima penghasilan final. Sistem akan mengarahkan pengguna untuk mengisi Lampiran 2 Tabel A. Jika sebelumnya sudah dibuat bukti potong di SPT Masa, maka data ini seharusnya terisi otomatis (prepopulated).




Pelaporan Aset Tanah dalam SPT Tahunan


Menyewakan tanah tidak mengubah kepemilikan aset tersebut. Oleh karena itu, tanah yang disewakan tetap harus dicantumkan sebagai harta dalam Lampiran 1 Tabel 5 di SPT Tahunan, dengan menggunakan kode 0507 untuk "Tanah dan/atau Bangunan yang Disewakan".


Informasi yang perlu dicantumkan meliputi:


  • Lokasi dan luas tanah/bangunan

  • Sumber kepemilikan

  • Nomor sertifikat

  • Tahun perolehan

  • Nilai perolehan dan nilai pasar saat ini


Perlu diketahui, pelaporan aset tidak otomatis meningkatkan jumlah pajak yang harus dibayar. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kewajaran antara penghasilan dan penambahan kekayaan bersih.




Kesimpulan


Para pemilik lahan dan pelaku usaha properti di Bali perlu memahami dengan baik kewajiban perpajakan seputar sewa tanah dan pembangunan villa. Kepatuhan terhadap regulasi pajak bukan hanya sebagai bentuk tanggung jawab warga negara, tetapi juga sebagai strategi bisnis yang cerdas untuk menghindari sanksi, meningkatkan reputasi, serta memperkuat pondasi usaha properti yang berkelanjutan. Dengan pendekatan yang tepat, Bali dapat menjaga warisan tanahnya sekaligus membuka peluang investasi yang sehat dan adil.