Artikel Detail

Apakah Pengusaha dengan Penyerahan BKP atau JKP Bebas PPN Tetap Wajib Jadi PKP?

Kewajiban Menjadi PKP Meski Menjual Barang/Jasa yang Dibebaskan dari PPN: Apa Kata Aturan Terbaru?


Dalam sistem perpajakan Indonesia, setiap pengusaha memiliki tanggung jawab untuk memahami kewajiban-kewajiban pajak yang berlaku. Salah satu isu yang sering menimbulkan kebingungan adalah terkait status Pengusaha Kena Pajak (PKP), terutama jika pelaku usaha hanya menjual Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apakah dalam kondisi tersebut mereka tetap harus dikukuhkan sebagai PKP?


Untuk menjawab pertanyaan ini, penting untuk melihat perkembangan ketentuan perpajakan, baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tahun 2021.




Siapa Itu PKP?


Secara umum, PKP merupakan pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikenai PPN sesuai UU PPN. PKP memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang dikenakan. Untuk bisa dikukuhkan sebagai PKP, pengusaha harus memenuhi kriteria tertentu, salah satunya adalah mencapai omzet minimal Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.




Sebelum UU HPP: Barang dan Jasa Tertentu Tidak Terutang PPN


Sebelum adanya UU HPP, sejumlah barang dan jasa dimasukkan ke dalam daftar negatif (negative list), yaitu kategori yang tidak dikenai PPN. Contohnya adalah kebutuhan pokok, layanan pendidikan, dan jasa kesehatan. Pengusaha yang hanya menjual barang atau jasa dari daftar ini tidak dikenakan kewajiban sebagai PKP, karena penyerahan tersebut memang tidak terutang PPN.




Setelah UU HPP: Pembaruan Aturan dan Dampaknya


Perubahan besar terjadi setelah UU HPP disahkan. Pemerintah melakukan perombakan terhadap daftar barang dan jasa yang tidak dikenai PPN. Beberapa ketentuan dalam Pasal 4A dihapus, yang mengakibatkan sebagian barang/jasa—seperti sembako dan jasa medis—tidak lagi sepenuhnya bebas dari pengenaan PPN.


Namun, meskipun barang atau jasa tertentu diberi fasilitas pembebasan PPN, status PKP tetap diwajibkan bagi pengusaha dalam kondisi tertentu. Menurut UU HPP, pengusaha tetap harus dikukuhkan sebagai PKP apabila:


  1. Omzet Melebihi Batasan
    Bila omzet tahunan pengusaha melebihi Rp4,8 miliar, maka ia wajib dikukuhkan sebagai PKP. Ini berlaku meskipun barang atau jasa yang dijual mendapatkan pembebasan PPN.

  2. Barang/Jasa Masuk Kategori Kena PPN
    Bila barang atau jasa yang dijual sebenarnya tergolong kena PPN tetapi dibebaskan karena alasan tertentu (misalnya kebijakan sosial), maka pengusaha tetap harus menjadi PKP. Hal ini bertujuan untuk menjaga potensi penerimaan negara dan menghindari celah penyalahgunaan.




Tujuan dan Konsekuensi Perubahan


Perluasan kewajiban menjadi PKP ini tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih inklusif dan transparan. Pengusaha yang memiliki skala usaha besar tetap diminta untuk menjalankan kewajiban administrasi perpajakan, termasuk membuat pembukuan, menyusun faktur pajak (menggunakan kode transaksi 08), dan menyampaikan laporan pajak secara berkala.


Walau pada praktiknya mereka tidak memungut PPN dari pembeli, pengusaha tetap harus melaporkan transaksi tersebut sebagai bagian dari kepatuhan pajak. Kebijakan ini membantu negara dalam memantau alur transaksi ekonomi yang lebih luas dan meningkatkan validitas data perpajakan.




Dampak Bagi Dunia Usaha


Bagi pelaku usaha yang sebelumnya tidak perlu berurusan dengan kewajiban PKP karena produknya dibebaskan dari PPN, perubahan ini bisa jadi cukup signifikan. Mereka kini perlu menyiapkan sistem pencatatan dan pelaporan pajak yang lebih tertib, meski secara kasat mata tidak ada PPN yang dipungut dari konsumen.


Namun, dari sudut pandang fiskal, ini merupakan langkah positif yang membuka jalan ke sistem yang lebih rapi dan adil. Dengan adanya kewajiban ini, negara bisa tetap memantau pergerakan ekonomi dari para pelaku usaha besar sekalipun yang menjual produk atau jasa yang dibebaskan dari pungutan PPN.




Penutup


Lantas, apakah pengusaha yang menjual barang atau jasa yang dibebaskan dari PPN tetap harus menjadi PKP? Jawabannya adalah ya, jika omzetnya melampaui Rp4,8 miliar per tahun atau jika barang/jasa yang dijual pada dasarnya tergolong sebagai BKP/JKP.


Aturan ini membawa konsekuensi administratif baru bagi pengusaha, namun juga memperkuat landasan perpajakan nasional yang bertujuan transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Seiring waktu, pelaku usaha diharapkan mampu beradaptasi dan memenuhi ketentuan ini sebagai bagian dari praktik bisnis yang taat aturan dan berkelanjutan.